KELOLA SUMBERDAYA ALAM DEMI MASA DEPAN ANAK CUCU KITA

Selasa, 27 April 2010

Pengembangan Staregi Manajemen Konservasi Hutan Lindung Wehea Secara Berkelanjutan

A. Latar Belakang
Kawasan Hutan Weha adalah suatu kawasan hutan yang yang memiliki luas dan terletak di Kabupaten Kutai timur, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis, kKutai timur adalah hutan lindung yang secara administratif memiliki luas wilayah 3.574.700 ha, kawasan hutan seluas 2.784.024 ha (atau sekitar 80 % luas wilayahnya). Hutan Lindung Wehea terletak di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, 450 km dari Kota Samarinda, ibukota Kalimantan Timur, 275 km dari Sengata Ibukota Kabupaten Kutai Timur dengan luas kawasan ± 38.000 ha,Letak lokasi awasan Hutan Lindung Wehea HLW) berbatasan dengan masuk ke dalam kelompok hutan S.Seleq-Wahau dan berbatasan dengan beberapa konsesi hak pengusahaan hutan seperti (ex) HPH, yaitu: Utara: EX. HPH PT. Alas Helau, Timur: HPH PT. Gunung Gajah Abadi, Selatan: HPH PT. Narkata Rimba, danBarat: HPH PT. Narkata Rimba.



Secara ekologis, Hutan Lindung Wehea adalah merupakan penyangga bagi 3 Sub- DDas Penting di wilayah Muara Wahau yaitu (Ssub-Das Seleq, Ssub-DAS Melinyiu dan sSub-DasAS Sekung, ) yang bermuara di muaranya menuju sungai Mahakam. Tingkat kelerengan HLW mencapai Serta mempunyai kelas kelerengan curam sampai sangat curam sebesar 68%, yang berarti masuk kategori sangat curam.

Sebelum ditetapkan sebagai hutan lindung secara adat, hutan Wehea merupakan kawasan bekas hak pengusahaan hutan (HPH) PT Gruti III. Tahun 1993, izin HPH Gruti III dicabut pemerintah. Sebagai gantinya, pada 1995 pemerintah merekomendasikan Gruti III bergabung dengan Inhutani II untuk mengelola kawasan itu. Keduanya lantas membentuk PT Loka Dwihutani. Namun, sejak tahun 2002-2003, karena dianggap tak lagi menghasilkan, daerah itu ditinggalkan. Pada 2003, dilakukan evaluasi atas lahan eks HPH Gruti III itu oleh tim dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Oleh tim disimpulkan, secara umum kondisi hutan Wehea masih bagus. Di sana juga tersimpan tiga daerah tangkapan air di Seleq, Melinyiu, dan Sekung, yang bermuara di Sungai Mahakam. Tahun 2003-2006, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur, bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat The Nature Conservancy (TNC), mengadakan penelitian kekayaan hutan Wehea. Tim peneliti berhasil mengidentifikasi sembilan spesies primata, 12 spesies hewan pengerat, 19 spesies mamalia, 114 spesies burung, dan 59 spesies pohon yang bernilai komersial seperti meranti. Selain itu, tim survei juga memperkirakan, ada 750 ekor orangutan yang tinggal di hutan itu.

Secara umum, hutan Wehea merupakan tempat tumbuh tanaman langka, seperti anggrek hitam, jamur, liana, rotan, dan tempat hidup satwa yang dilindungi undang-undang, seperti orangutan, owa-owa, beruang madu, lutung merah, dan macan dahan. Sayang, karena ketidakjelasan status kawasan ini, potensi yang besar itu terancam musnah. Aktivitas illegal logging sewaktu-waktu mengancam wilayah ini.
Pada Tahun 2005, masyarakat Dayak Wehea, Pemkab Kutai Timur, dan TNC berinisiatif menjadikan kawasan Wehea sebagai hutan lindung. Penetapan kawasan Wehea sebagai hutan lindung baru dilakukan secara adat dengan Peraturan adat Nomor 01 Tahun 2005, untuk membantu masyarakat mengelola hutan, Pemerintah Kutai Timur membentuk Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea.

Pemerintah Kabupaten Kutai Timur telah mengalokasikan Hutan Wehea yang memiliki luas lebih kurang 38.000 ha[1] sebagai hutan lindung di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dengan pertimbangan bahwa kawasan hutan tersebut memiliki nilai dan keragaman flora dan fauna yang sangat kaya sekaligus penting bagi kelestarian kawasan dan ekosistem serta bagi masyarakat setempat.

Salah satu satwa penting dan terancam punah yang terdapat di kawasan hutan Wehea, yang oleh undang-undang dilindungi adalah orangutan. Di sisi lain keberadaan hutan Wehea termasuk wilayah hulunya berperan penting untuk menjaga kelangsungan eksositem wilayah sekitarnya, perlu diselamatkan dan dan dikelola sebaik-baiknya. Dapat dikatakan bahwa keberadaan satwa seperti orangutan yang terdapat di kawasan hutan Wehea adalah indikator sederhana untuk mengetahui apakah kawasan hutan tersebut masih baik atau sudah hancur.

Sebagaimana umumnya kawasan hutan yang dilindungi oleh daerah, kawasan Hutan Wehea tidak dikelola dengan sarana dan peasarana yang memadai. Upaya Pemerintah Daerah Kutai Timur membentuk suatu kelembagaan, Badan Pengelola Hutan Huliwa (The Hulu Sungai Wahau Management Body (BP Huliwa), yang bertugas untuk mengelola kawasan hutan ini belum berjalan efektif [2]. Padahal BP Huliwa telah membuat suatu rencana strategis Pengelolaan Hutan Wahe 2005-2010.

Sementara itu sejumlah pihak khususnya perusahaan swasta yang peduli dengan keberadaan hutan keberadaan orangutan yang beroperasi di sekitar kawasan hutan Wehea turut memberikan dukungan bagi perlindungan kawasan hutan tersebut.

Melihat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh Pemda Kutai Timur, baik dari aspek personel, sarana, prasarana dan dana, maka kiranya dukungan berbagai pihak perlu dioptimalkan sehingga kawasan Hutan Wehea yang demikian exotic dapat dijaga dan diselamatkan, serta memiliki manfaat jangka panjang bagi daerah, keberadaan hutan dan satwa serta habitat yang ada serta bagi masyarakat khususnya yang berada di sekitar kawasan hutan Wehea yang memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung.

Akan tetapi upaya tersebut membutuhkan prasyarat penting, yakni adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur sendiri untuk menyelamatkan asset daerah yang sangat berharga tersebut. Sebenarnya, dengan telah adanya Rencana Strategis 2005-2010, harusnya telah ada kemajuan yang berarti di dalam pengelolaan hutan Wehea, dengan indicator yang terukur.

Dalam kaitan itu, selain perlu melakukan evaluasi menyeluruh atas kinerja Pemda khususnya BP Huliwa yang ada selama ini, menjadi sangat mendesak untuk melakukan desain ulang pengelolaan Huliwa dengan suatu rencana strategis yang dibuat dan dikembangkan berdasarkan pendekatan multi-pihak.

Berbagai kendala yang dimiliki selama ini oleh BP Huliwa harus dapat diidentifikasi secara tepat dan menyeluruh, dan dilakukan penataan ulang serta penguatan badan pengelola baik dari aspek kebijakan, hokum dan kelembagaan sehingga BP Huliwa dapat berjalan secara efektif.
Gagasan mengenai eksplorasi dan menarik dukungan berbagai stakeholders harus menjadi pertimbangan penting bagi strategi pengelolaan Huliwa, mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh Pemda dan BP Huliwa. Pembentukan suatu macam seperti Mitra Wehea – yang cukup efektif di sejumlah daerah lain – dapat menjadi salah satu alternatif untuk memperkuat kerja dan kinerja BP Huliwa.

“Mitra Wehea” bias lebih fleksibel untuk menarik dukungan dari berbagai pihak luar dibandingkan dengan Pemerintah Daerah, yang acapkali terkendala dengan berbagai aspek administrasi dan birokrasi. Namun demikian “pemda dan BP Huliwa perlu member ruang bagi keberadaan “Mitra Wehea” agar mampu memberikan dukungan yang optimal.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, perlu disusun suatu rencana strategis pengelolaan Huliwa untuk jangka pendek dan menengah, berdasarkan suatu visi yang kuat, namun berorientasi pada aksi di lapangan. Review yang bersifat kritis terhadap renstra 2005-2010 atas substansi, proses penyusunan, kapasitas tim penyusunan serta kendala pelaksanaan harus dilakukan secara terbuka berdasarkan input dan pandangan berbagai pihak. Namun tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan suatu Renstra yang dapat dijalankan sehingga mencapai tujuannya, melalui proses yang transparan dan akuntabel serta melibatkan masyarakat melalui rangkaian konsultasi publik.

Khususnya untuk “Mitra Wahea” yang diharapkan dapat mendukung kerja dan kinerja BP Huliwa hendaklah bersifat terbuka dan mampu menjadi wadah bagi berbagai pihak yang memang peduli terhadap kawasan hutan Wahea. Untuk itu secara kebijakan, harus dipastikan Mitra Wahea bersifat membantu BP Huliwa, secara substansi harus memiliki program dan agenda yang jelas, dan secara operasional harus dijalankan oleh orang-orang yang memiliki idealisme, komitmen dan kapasitas manajerial dan substansi dalam menjalankan program yang dibangun.

Institut Hukum Sumberdaya Alam (IHSA), sejalan dengan dukungan yang akan diberikan oleh OCSP-USAID melihat perlu dilakukannya kajian atau review kritis atas Renstra yang pernah ada untuk menghasilkan Renstra berbasiskan aspirasi berbagai pemangku kepentingan.

B. Tujuan
Tujuan studi “Membangun Strategi Konservasi di Hutan Lindung WEHEA” yang meliputi:
1. MemTerpetakannya kebijakan yang berhubungan dengan kelembagaan Pengelolaan Hutan Lindung wehea.
2. Adanya Rancang Bangun kelembagaan pengelolaan pendukung BP Huliwa yang baru (Mitra Wehea) yang tugas-tugasnya bisa menarik dan mengelola dukungan pihak luar.
1. Adanya draft rencana strategis pengelolaan hutan lindung Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Lindung Wehea Multi-Stakeholder Sebagai upaya konservasi yang berkelanjutan
3. Review rencana strategis yang ada dan menyusun Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Lindung Wehea Multi-stakeholder tahun 2010 – 2015.

C. Lingkup Kerja/Tugas
1. Telaah kritis atas status hukum kawasan dan penguatan aspek hokum yang dibutuhkan berdasarkan dokumen terkait termasuk peraturan per UU
2. Identifikasi para aktor/lembaga terkait (yang mendukung dan yang mengancam) termasuk peran, tugas dan lingkup kerja
3. Menjaring harapan dan masukan dari berbagai pihak/aktor/lembaga terkait
4. Menyusun draft rancang bangun kelembagaan mitra sehingga dapat efektif membantu BP HLW berdasarkan point 1 – 3.

D. Out put dan deliverible
1. Adanya kajian mengenai Memkebijakan yang berhubungan dengan Pengelolaan Hutan Lindung Wehea. Deliverable: Dokumen Kajian.
2. Adanya Rancang Bangun kelembagaan pengelolaan pendukung “Mitra Huliwa” dengan bentuk, peran atau tugas serta mekanisme kerja yang jelas dan terarah, termasuk dalam upaya untuk menarik dan mengelola dukungan pihak luar baik dalam bentuk pendanaan ataupun dukungan lainnya (inkind). Deliverable: adalah Dokumen Rancang Bangun Kelembagaan Mitra Huliwa.
1. Adanya (draft) Rencana Strategis pengelolaan Huliwa Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Lindung Wehea Multi-Stakeholder Sebagai upaya konservasi yang berkelanjutan
Review rencana strategis yang ada dan menyusun Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Lindung Wehea Multi-stakeholder tahun 2010 – 2015. Deliverable: adalah Dokumen Renstra pengelolaan Huliwa.

E. Lokasi
Kegiatan studi ini dilakukan dengan focus di Kabupaten Kutai Timur, di Samarinda (Ibukota provinsi) dan di Jakarta untuk mengetahui kebijakan nasional untuk konservasi dan perlindungan kawasan.

F. Rencana Kerja, Kerangka Waktu dan Pendanaa
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan berdasarkan suatu kerangka kerja yang logis, sistematis dan terukur serta tepat waktu. Rencana Kerja terlampir. Masa pelaksanaan adalah 3 (tiga) bulan sejak disetujuinya PROPOSAL ini. Kerangka waktu terlampir. Akan hanya biaya yang akan digunakan dibuat secara rinci. Alokasi biaya terlampir.

G. Tentang IHSAdan Staf
Institut Hukum Sumberdaya Alam (IHSA) adalah lembaga kajian yang telah berusia 9 Tahun dengan pendiri yang memiliki masa kerja yang berkaitan dengan bidang kebijakan, hukum dan kelembagaan konservasi, kehutanan dan sumberdaya alam antara 16-25 Tahun di bidangnya masing-masing. IHSA memiliki staf tetap sebanyak 15 orang yang bekerja di kantor Jakarta (headquarter) dan di Balikpapan untuk kantor program Kalimantan Timur, serta sejumlah associate researcher yang kompeten di bidangnya masing-masing.

Terkait dengan bidang kehutanan, konservasi dan pengelolaan taman nasional, IHSA dan peneliti staf professional yang bergabung di dalamnya terlibat secara aktif dalam skala internasional, nasional, daerah serta dalam konteks kerja lapangan. Sejumlah pengalaman terkait dengan aktifitas dan kegiatan di antaranya adalah:
(1) Anggota Tim penyusunan RUU Penanggulangan Kejahatan Bidang Kehutanan/RUU Ilegal Logging bersama Departemen Kehutanan (2006-2009)
(2) Anggota Konsorsium pelaksana proyek EC-Indonesia FLEGT Support project, kerjasama antara EU dengan Pemerintah RI (2006-2011). Anggota konsorsium tersebut adalah: IHSA-Indonesia, Cowi-Denmark, Indufor-Finland, dan WWF Indonesia)
(3) Anggota Tim Penyusun Rencana Strategis Kehutanan Aceh, FFI-Pemprov Aceh, (Tipereska, 2008). Out-putnya kertas posisi Kewenangan pengelolaan bidang kehutanan aceh
(4) Legal Advisor untuk Penyelamatan Kawasan Hutan Batang Toru, Sumatera Utara, out-put: Kajian tentang Perijinan Kawasan Hutan dan Model Pengelolaan Kawasan.
(5) Drafter untuk SK Menteri Kehutanan Mengenai Ekosistem Leuser (Sumut/Aceh, 1994. Output: Draft SK Menhut.
(6) Penulis Utama Buku “Kajian Kebijakan, Hukum dan Kelembagaan Kawasan Konservasi di Indonesia: Penguatan Desentralisasi dan Peranserta Masyarakat”, kerjasama NRM/USAID-ICEL, 1998)
(7) Legal Advisor untuk Penguatan kapasitas staf dan kelembagaan BTN Kerinci Seblat Sumatera. Out-put buku Pedoman Penegakan Hukum di Kawasan Taman Nasional dan resolusi konflik (1999, World-Bank),
(8) Pendiri dan tergabung dalam Aliansi Pemantau Kebijakan Sumberdaya Alam (APKSA, 1999).
(9) Legal Expert untuk kajian Status Hukum Taman Nasional Kutai, 2009. Out-put, laporan Kajian.
(10) Aktif dalam penguatan kapasitas parapihak untuk implementasi Permenhut P. 19/ 2004 Tentang Kolaborasi Pengelolaan KPA dan KSA. Out-put, makalah.
(11) Secara aktif memberikan masukan untuk implementasi UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta upaya-upaya untuk perbaikan substansi UU selama 10 tahun terakhir. Out-put: beberapa makalah
(12) Membuat kajian penegakan hokum untuk konservasi di Papua, kerjasama dengan Conservation International Indonesia (2003).
(13) Memberikan dukungan dan input hokum dan kelembagaan dalam Pembentukan Dewan Pengelola Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Kerjasama dengan NRM/EPIQ, 2001-2002. Out-put, masukan tertulis dan kerangka hokum.
(14) Memberikan masukan hokum untuk pembentukan Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain, Balikpapan, Kaltim.
(15) Analisis Hukum Habitat Orangutan di Gunung Gajah, Berau/Kutim (2003)
(16) Merancang kerangka hokum dan kelembagaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (Derawan) di Kabupaten Berau.
(17) Sejak Tahun 2001, IHSA telah bekerja secara intens di Kalimantan Timur khususunya Kabupaten Kutai Barat, Kab. Nunukan, Kab. Paser, Balikpapan, Kutai Kartanegara, Malinau, Tarakan, Bulungan dan Samarinda.

Selain berbagai berbagai keterlibatan aktif di atas, IHSA secara berkala melakukan kajian atas berbagai kebijakan terkait konservasi dan pengelolaan sumber alam, memberikan seri pelatihan tentang analisis kebijakan dan hokum sumberdaya alam, pelatihan legal drafting, penerbitan buku dan bulletin serta melakukan kompilasi secara berkala peraturan perundang-undangan dan kasus-kasus kejahatan di bidang konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam serta lingkungan hidup. Saat ini IHSA memiliki lebih dari 10.000 peraturan perundang-undangan serta sekitar 12.000 dokumen lainnya dalam bentuk buku, laporan, analisis dan sebagainya.

Saat ini IHSA dipimpin oleh Sulaiman N. Sembiring, S.H. sebagai Direktur Eksekutif dengan sekitar 14 staf di kantor Jakarta dan Kalimantan Timur.


[1] Luas hutan lindung tersebut adalah sekitar 15 persen dari total luas kawasan hutan yang terdapat di Kabupaten Kutai Timur.
[2] BP Huliwa dibentuk melalui SK Bupati Kutai Timur No. 44/02.188.45/HK/2/II/2005 Tentang Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea.

Tidak ada komentar:

Kawasan Konservasi Hutan Kota Mangrove Kota Balikpapan