KELOLA SUMBERDAYA ALAM DEMI MASA DEPAN ANAK CUCU KITA

Rabu, 28 April 2010

Mendukung Revitalisasi Mitra Kutai Menjadi “land council” Multi Pihak Untuk Taman Nasional Kutaidan Daerah Sekitarnya


A. Latar Belakang
Taman Nasional Kutai (TNK) merupakan kawasan konservasi dengan karakteristik hutan hujan tropis dataran rendah dan memiliki keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang sangat penting. Selain memiliki ekosistem asli, kawasan konservasi ini juga berperan sebagai pelestarian kawasan dan ekosistem sekitar dan berpotensi sebagai kawasan wisata, media pendidikan dan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan. Fungsi-fungsi nyata ekosistem TNK di antaranya adalah sebagai penangkap dan cadangan sumber air, habitat satwa besar orangutan dan tempat beragam bahan dasar obat-obatan.

Posisi TNK terletak antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur dan secara geografis berada diantara 0º 7 ’ 54 ” - 0º 33 ” 53 ” LU dan 116 º 58 ”48 ”-117 º 35 ’ 29 ” BT. Adapun luas TNK adalah sekitar 198.604 Ha, yang ditetapkan berdasarkan Surat Menteri Kehutanan No. 997/Menhut-II/1997.

Sebagai kawasan konservasi dengan status taman nasional maka sejak penetapannya, TNK seharusnya diarahkan menjadi kawasan yang berfungsi untuk perlindungan penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa. Adapun pemanfaatan sumberdaya hayati maupun eksosistemnya harus dilakukan secara lestari. Untuk itu undang-undang secara tegas melarang adanya kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan atas keutuhan zona inti taman nasional dan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional.

Akan tetapi saat ini kondisi taman nasional ini tengah berada dalam keadaan yang sangat mengkawatirkan. Kawasan TNK banyak yang dirambah, diduduki untuk dijadikan pemukiman dan lahan perkebunan serta aktifitas illegal logging, serta munculnya klaim bahwa kawasan tersebut adalah kawasan hutan masyarakat adat. Jumlah penduduk yang berada di dalam kawasan konservasi ini telah mencapai lebih dari 25.000 jiwa, yang tinggal di desa-desa dengan status definitif yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Taman Nasional Kutai juga terancam karena di sekitarnya banyak terdapat aktifitas pengusahaan kayu, eksploitasi tambang dan pembukaan jalan. Ancaman lain juga muncul dari adanya berbagai pihak yang mempersoalkan tentang ketidakjelasan (tata) batas kawasan taman dengan kawasan di sekitarnya, yang terbukti dari maraknya izin pemanfaatan kawasan, baik terhadap kawasan di sekitar kawasan maupun di dalam kawasan TNK.

Kewenangan pengelolaan kawasan taman nasional menurut undang-undang berada di tangan Pemerintah Pusat, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (5/1990), Undang-undang Kehutanan (41/1999) maupun Undang-undang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang otonomi (32/2004). berdasarkan ketentuan di atas, Pemerintah Pusat membentuk unit manajemen pengelolaan taman nasional yang disebut Balai Taman Nasional, yang bertugas mengelola, melindungi serta melakukan berbagai program pengelolaan taman nasional sesuai tujuannya. Akan tetapi upaya tersebut tidak berjalan optimal karena berbagai sebab di antaranya:

  1. Keterbatasan jumlah personel Balai TNK terutama polisi hutan (forest ranger) maupun PPNS dalam melakukan penyidikan dan penindakan kasus-kasus pelanggaran hukum yang terjadi,

  2. terbatasnya sarana, prasarana dan dana pendukung pengelolaan taman nasional untuk kegiatan-kegiatan pre-emptif, preventif maupun represif. Keterbatasan dukungan tersebut pada dasarnya bukan hanya terjadi pada kawasan Taman Nasional Kutai tetapi juga dialami oleh seluruh kawasan konservasi di Indonesia

  3. Sikap kepala daerah dan jajarannya di sekitar TNK yang ambigu, antara memberikan dukungan bagi perlindungan taman nasional di satu sisi, dengan semangat dan kewajiban untuk melindungi masyarakatnya yang membutuhkan lahan pertanian dan pemukiman di sisi lain.

  4. TNK berada di kawasan yang cenderung “open access” dan bahkan terdapat jalan antar kota yang melintasi kawasan taman nasional sehingga memudahkan pelaku perambahan atau penebang liar untuk masuk dan secara cepat keluar dari taman nasional, serta mobilisasi masyarakat ke dalam kawasan dan tingginya praktek jual-beli lahan oleh para spekulan,

  5. Rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat atas fungsi-fungsi kawasan dan perannya bagi penyelamatan ekosistem, dan

  6. Lemahnya konsep dan pendekatan Pemerintah dalam memadukan antara Konservasi kawasan, perkembangan ekonomi yang berbasis sumberdaya alam dan pertumbuhan masyarakat.
Kerusakan dan perusakan kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) telah menyebabkan ancaman serius bagi orangutan dan jenis endemik Kaltim lainnya di kawasan tersebut. Dampak lainnya, adalah potensi banjir yang akan menyengsarakan penduduk Kota Sangatta dan Kota Bontang yang berjumlah lebih kurang 215.162 jiwa , menyebabkan lahan petani rusak dan gagal panen, serta konflik laten antara pengelola taman nasional dengan masyarakat setempat dan pendatang.

Pemerintah Pusat, melalui Balai TNK menyadari berbagai keterbatasan yang dimiliki dengan berupaya mengajak kepala daerah dan sejumlah pihak yang berkepentingan bersama-sama memikirkan dan menyelamatkan kawasan konservasi tersebut. Termasuk yang diajak adalah berbagai perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar kawasan TNK dalam suatu wadah yang dikenal sebagai Mitra Kutai.

Pada Tahun 1994 Pemerintah melalui Direktur Jenderal PHPA (sekarang PHKA) membuat MoU dengan 6 perusahaan yang terdiri dari Pertamina, PT Badak NGL, PT Porodisa, PT Kiani Lestari, PT KPC dan PT Surya Hutani Jaya. Setahun kemudian, Dirjen PHPA mengeluarkan SK Dirjen PHPA No. 121/Kpts/DJ-VI/1995 tentang Mitra Kutai dengan struktur kelembagaan yang terdiri dari Panitia Pengarah/Steering Committee yang diketuai oleh Direktur Bina Kawasan dan Pelestarian Alam (sekarang Direktur Konservasi Kawasan) dan Panitia Pelaksana/Organizing Committee, diketuai oleh Kepala Balai TN Kutai.

Inisiatif tersebut kemudian didukung oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kutai -- melalui Keputusan Bupati Kutai No. 888 /1996 Tentang pembentukan Tim Pembina Tingkat II dalam rangka pengembangan TN Kutai. Dukungan yang sama juga muncul dari Pemerintah Provinsi dengan diterbitkannya SK Gubernur Provinsi Kalimantan Timur No. 660/SK-80/1997 mengenai Tim Koordinasi Penanggulangan Permasalahan TN Kutai.

Dalam perkembangannya keanggotaan Mitra Kutai bertambah dan berkurang, terutama dengan menurunnya aktifitas perusahaan kayu di sekitar kawasan taman nasional. Pada Tahun 2000 Mitra Kutai juga mulai melibatkan lembaga non-perusahaan yaitu Yayasan BIKAL (LSM) dan NRM/EPIQ, sebuah proyek kerjasama antara USAID dengan Pemerintah RI. Pada Tahun 2004 diusulkan agar pelibatan tersebut diikuti dengan revisi SK 121/Kpts/DJ-VI/1995, tetapi tidak diterima karena Departemen Kehutanan saat itu sedang menyiapkan konsep pengelolaan kolaboratif untuk kawasan konservasi yang belakangan dikenal sebagai Peraturan Menteri Kehutanan No.P. 19/Menhut-II/20004 Tentang Kolaborasi pengelolaan Kawasan pelestarian alam dan kawasan Suaka Alam.

Pembentukan Mitra Kutai--sesuai dengan SK 121, adalah dalam rangka pengembangan TN Kutai melalui berbagai kegiatan pendukung. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Panitia Pengarah bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, sedangkan Panitia Pelaksana bertanggung jawab kepada Panitia Pengarah. Panitia Pengarah berperan dalam mengembangkan bentuk program dan kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan TN Kutai, sementara Panitia Pelaksana bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan petunjuk Panitia Pengarah.

Dukungan terhadap upaya pelestarian dan penyelamatan TNK dan terhadap penguatan kelembagaan Mitra Kutai juga muncul dari Yayasan BIKAL (LSM) yang bekerjasama dengan NRM-EPIQ untuk mengembangkan program Resolusi Konflik di TN Kutai (Tahun 2000), dari CSSP-USAID untuk penguatan program Mitra Kutai (Tahun 2003) dan dari DfID/MFP untuk program penguatan ekonomi masyarakat (Tahun 2005).

Persoalannya kemudian adalah mengapa berbagai masalah dan ancaman yang terdapat di TNK masih selalu terjadi, dan bahkan cenderung meningkat dari waktu-ke waktu? Terkait dengan persoalan tersebut, terdapat beberapa pertanyaan terkait dengan peran dan efektifitas Mitra Kutai yang telah berjalan selama 16 tahun sebagai wadah yang dibentuk untuk mendukung pengelolaan TNK seperti (1) peran apa yang dilakukan oleh Mitra Kutai selama ini (2) bagaimana efektifitas peran dan mekanisme kerja baik di internal maupun dalam hubungan kerjasama/koordinasi dengan pihak luar (3) apa harapan para pihak terhadap Mitra Kutai (4) sejauh mana the existing Mitra Kutai mampu merespon dan adaptif terhadap persoalan-persoalan TNK ke depan?

Berdasarkan paparan dan untuk menjawab sejumlah permasalahan tersebut di atas maka menjadi penting untuk melakukan revitalisasi Mitra Kutai sebagai wadah perwakilan parapihak sehingga dukungan bagi UPT Taman Nasional Kutai dan wilayah sekitarnya menjadi lebih efektif dan berjalan sesuai dengan tujuan pembentukannya.

B. Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah:

  1. Tersedianya pilihan-pilihan peran utama dan strategis Mitra Kutai dalam pelestarian taman nasional melalui dukungan terhadap UPT TNK,
Adanya alternatif kelembagaan Mitra Kutai yang memadai dengan dasar hukum yang kuat, koordinasi yang jelas dengan TNK dan instansi terkait serta kejelasan lingkup dan mekanisme kerja, termasuk dalam mendukung mobilisasi dan pengelolaan keuangan.

C. Lingkup Kerja dan bentuk kegiatan
Upaya pemetaan harapan para pihak dan pengembangan pola atau format baru kelembagaan Mitra Kutai yang dapat dijadikan pilihan dalam pengelolaan Taman Nasional Kutai (TNK), akan dilakukan dalam bentuk:

  1. Analisis kebijakan dan kerangka hukum pengelolaan kawasan konservasi khususnya yang terkait dengan keterlibatan pihak ketiga seperti Mitra Kutai dalam pengelolaan kawasan taman nasional. Analisis ini akan dilakukan melalui langkah-langkah Identifikasi dan kompilasi berbagai dokumen dan peraturan perundang-undangan yang terkait, baik di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

  2. Pemetaan persepsi, harapan dan masukan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) mengenai bentuk, peran dan mekanisme kerja Mitra Kutai di masa yang akan datang. Kegiatan ini dilakukan melalui (1) pembuatan metodologi (2) penyusunan daftar questioner (3) pengiriman questioner kepada stakeholders yang dianggap relevan dan berkepentingan (4) wawancara langsung, dan (5) analisis serta penyusunan hasil pemetaan persepsi parapihak,

  3. Penyusunan pilihan-pilihan bentuk kelembagaan Mitra Kutai yang adaptif dan efektif di masa yang akan datang (dengan memahami Mitra Kutai saat ini) termasuk peran dan mekanisme kerja yang paling memungkinkan.

  4. Terkait dengan poin 1 s/d 3, akan dilakukan rangkaian diskusi terfokus (Focus Group Discussion) dengan para pihak seperti HPH/perusahaan swasta, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Balai TNK, LSM, Akademisi dan pengamat untuk melakukan konsultasi publik atas temuan dan usulan atas pilihan kelembagaan Mitra Kutai di masa yang akan datang.
D. Hasil/keluaran
Keluaran utama dari kegiatan ini adalah:

  1. Dokumen laporan analisis kebijakan dan kerangka hukum pengelolaan kawasan konservasi khususnya yang terkait dengan keterlibatan pihak ketiga seperti Mitra Kutai dalam pengelolaan kawasan taman nasional,

  2. Dokumen laporan hasil mengenai persepsi, harapan dan masukan para pihak berkepentingan (stakeholders) mengenai bentuk, peran dan mekanisme kerja Mitra Kutai,

  3. Pilihan model bentuk kelembagaan Mitra Kutai yang adaptif dan efektif untuk masa yang akan datang termasuk peran dan mekanisme kerja yang paling memungkinkan.
E. Rencana Kerja dan Kerangka Waktu
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan berdasarkan suatu kerangka kerja yang logis, sistematis dan terukur serta tepat waktu. Rencana Kerja terlampir. Masa pelaksanaan adalah 3 (tiga) bulan sejak disetujuinya PROPOSAL ini. Kerangka waktu terlampir.

Tentang IHSAdan Staf
Institut Hukum Sumberdaya Alam (IHSA) adalah lembaga kajian yang telah berusia 9 Tahun dengan pendiri yang memiliki masa kerja yang berkaitan dengan bidang kebijakan, hukum dan kelembagaan konservasi, kehutanan dan sumberdaya alam antara 16-25 Tahun di bidangnya masing-masing. IHSA memiliki staf tetap sebanyak 15 orang yang bekerja di kantor Jakarta (headquarter) dan di Balikpapan untuk kantor program Kalimantan Timur, serta sejumlah associate researcher yang kompeten di bidangnya masing-masing.

Terkait dengan bidang kehutanan, konservasi dan pengelolaan taman nasional, IHSA dan peneliti staf professional yang bergabung di dalamnya terlibat secara aktif dalam skala internasional, nasional, daerah serta dalam konteks kerja lapangan. Sejumlah pengalaman terkait dengan aktifitas dan kegiatan di antaranya adalah:

  • Anggota Tim penyusunan RUU Penanggulangan Kejahatan Bidang Kehutanan/RUU Ilegal Logging bersama Departemen Kehutanan (2006-2009)

  • Anggota Konsorsium pelaksana proyek EC-Indonesia FLEGT Support project, kerjasama antara EU dengan Pemerintah RI (2006-2011). Anggota konsorsium tersebut adalah: IHSA-Indonesia, Cowi-Denmark, Indufor-Finland, dan WWF Indonesia)

  • Anggota Tim Penyusun Rencana Strategis Kehutanan Aceh, FFI-Pemprov Aceh, (Tipereska, 2008). Out-putnya kertas posisi Kewenangan pengelolaan bidang kehutanan aceh

  • Legal Advisor untuk Penyelamatan Kawasan Hutan Batang Toru, Sumatera Utara, out-put: Kajian tentang Perijinan Kawasan Hutan dan Model Pengelolaan Kawasan.

  • Drafter untuk SK Menteri Kehutanan Mengenai Ekosistem Leuser (Sumut/Aceh, 1994. Output: Draft SK Menhut.

  • Penulis Utama Buku “Kajian Kebijakan, Hukum dan Kelembagaan Kawasan Konservasi di Indonesia: Penguatan Desentralisasi dan Peranserta Masyarakat”, kerjasama NRM/USAID-ICEL, 1998)

  • Legal Advisor untuk Penguatan kapasitas staf dan kelembagaan BTN Kerinci Seblat Sumatera. Out-put buku Pedoman Penegakan Hukum di Kawasan Taman Nasional dan resolusi konflik (1999, World-Bank),

  • Pendiri dan tergabung dalam Aliansi Pemantau Kebijakan Sumberdaya Alam (APKSA, 1999).

  • Legal Expert untuk kajian Status Hukum Taman Nasional Kutai, 2009. Out-put, laporan Kajian.

  • Aktif dalam penguatan kapasitas parapihak untuk implementasi Permenhut P. 19/ 2004 Tentang Kolaborasi Pengelolaan KPA dan KSA. Out-put, makalah.

  • Secara aktif memberikan masukan untuk implementasi UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta upaya-upaya untuk perbaikan substansi UU selama 10 tahun terakhir. Out-put: beberapa makalah

  • Membuat kajian penegakan hokum untuk konservasi di Papua, kerjasama dengan Conservation International Indonesia (2003).

  • Memberikan dukungan dan input hokum dan kelembagaan dalam Pembentukan Dewan Pengelola Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Kerjasama dengan NRM/EPIQ, 2001-2002. Out-put, masukan tertulis dan kerangka hukum.

  • Memberikan masukan hokum untuk pembentukan Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain, Balikpapan, Kaltim.

  • Analisis Hukum Habitat Orangutan di Gunung Gajah, Berau/Kutim (2003)

  • Merancang kerangka hokum dan kelembagaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (Derawan) di Kabupaten Berau.

  • Sejak Tahun 2001, IHSA telah bekerja secara intens di Kalimantan Timur khususunya Kabupaten Kutai Barat, Kab. Nunukan, Kab. Paser, Balikpapan, Kutai Kartanegara, Malinau, Tarakan, Bulungan dan Samarinda.
Selain berbagai berbagai keterlibatan aktif di atas, IHSA secara berkala melakukan kajian atas berbagai kebijakan terkait konservasi dan pengelolaan sumber alam, memberikan seri pelatihan tentang analisis kebijakan dan hokum sumberdaya alam, pelatihan legal drafting, penerbitan buku dan bulletin serta melakukan kompilasi secara berkala peraturan perundang-undangan dan kasus-kasus kejahatan di bidang konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam serta lingkungan hidup. Saat ini IHSA memiliki lebih dari 10.000 peraturan perundang-undangan serta sekitar 12.000 dokumen lainnya dalam bentuk buku, laporan, analisis dan sebagainya. Saat ini IHSA dipimpin oleh Sulaiman N. Sembiring, S.H. sebagai Direktur Eksekutif dengan sekitar 14 staf di kantor Jakarta dan Kalimantan Timur.

Tidak ada komentar:

Kawasan Konservasi Hutan Kota Mangrove Kota Balikpapan