KELOLA SUMBERDAYA ALAM DEMI MASA DEPAN ANAK CUCU KITA

Kamis, 04 Agustus 2011

Catatan Singkat Persolan Perkebunan Sawit........

Catatan Singkat
Persoalan Perkebunan Sawit Dalam Rentang Masa yang Dilalui
“Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Timur”

Oleh : Fadli Moh. Noch


Salah satu penyebab degradasi hutan semakin meluas dan merajalela adalah pembukaan kawasan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit skala besar di Kalimantan Timur. Pembukaan lahan perkebunan skala besar tidak diarahkan kepada lahan bekas HPH yang sudah tidak produktif lagi tetapi di kawasan hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produktif. Atas nama investasi dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) maka Pemerintah memberikan ijin terhadap pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit skala besar tersebut di kawasan hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produktif. Akibatnya kondisi hutan di Kalimantan semakin merana, keanekaragaman hayati di Kalimantan semakin lenyap. Walaupun sebenarnya Menteri Kehutanan melalui surat edarannya yang ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota telah melarang memberikan ijin pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit skala besar di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.

Senin, 01 Agustus 2011

Wawancara Singkat Perspektif Para Pihak Terhadap TNK..

Wawancara Singkat
Perspektif Para Pihak Terhadap TNK
(Bagian 3)
  
Oleh:
Fadli Moh. Noch
 
C. Pakar dan Akademisi
Salah satu pakar dan sekaligus dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman DR. Candra mengungkapkan, Sebenarnya solusi untuk memecahkan permasalahan TNK sejak dulu telah dilakukan khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukumnya, sepengetahuan saya pernah ada satu tim yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan yang dinamakan tim terpadu yaitu gabungan dari tim pusat dan daerah, yang bertugas melihat persoalan yang terjadi di TNK tetapi sampai saat ini apa bentuk rekomendasinya dan apa yang dihasilkan dari tim tersebut tidak jelas. 

Selain hal tersebut jauh sebelum upaya menyuarakan pelestarian TNK telah dilakukan berbagai upaya, bahkan ada beberapa kawan yang cukup vokal untuk menyuarakan penegakan hukum di TNK hampir meninggal karena mengusik apa yang dilakukan olek masyarakat di kawasan TNK, ini menandakan bahwa betapa rumitnya menyelesaikan persoalan di TNK.

Pada kesempatan ini saya juga melihat bahwa Pemerintah Pusat tiadak mau perduli dengan apa yang terjadi di TNK, padahal kita ketahui bersama bahwa kewenangan TNK itu berada di Pusat (Departemen Kehutanan RI), dampak dari ketidak perdulian Pemerintah Pusat tersebut terjadi juga di Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah karena melihat ketidak Perdulian Pemerintah Pusat terhadap TNK maka bersikap acuh tak acuh terhadap persoalan TNK ini karena anggapan bahwa persoalan TNK adalah persoalan Pemerintah Pusat.

Wawancara Singkat Perspektif Para Pihak Terhadap TNK..


Wawancara Singkat
Perspektif para pihak terhadap TNK
(Bagian 2).

Oleh:
Fadli Moh. Noch

B. Lembaga Swadaya Masyarakat

BIKAL sebagai organisasi non pemerintah yang aktif melakukan fasilitasi masyarakat dan para pihak di dalam dan sekitar kawasan TNK, mempunyai komitmen untuk mendorong upaya pelestarian TNK sekaligus menjembantani konflik antara masyarakat dengan pihak Pengelola Taman Nasional Kutai. Dalam hal ini BIKAL memandang bahwa interaksi masyarakat dengan TNK perlu dipecahkan bersama melalui suatu pendekatan win-win solution dengan ketentuan dalam perundang-undang yang berlaku.

Upaya pemecahan yang diusulkan oleh BIKAL dalam hal ini berupa pengembangan Zona Pemanfaatan Tradisonal (ZPT). Dalam hal ini masyarakat sasaran tetap diperbolehkan untuk mengelolah suatu kawasan tertentu dalam taman nasional, dimana mereka juga dilibatkan untuk berpartisipasi langsung dalam pengelolaan taman nasional. Kegiatan pengembangan ZPT tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan sebagai berikut:
  1. Mencegah bertambah luasnya perladangan dalam kawasan Taman Nasional Kutai
  2. Menjamin keaslian dan keutuhan mutu ekosistem hutan alam yang tersisa
  3. Memulihkan fungsi hidrologis kawasan Taman Nasional Kutai yang dirambah dengan kegiatan rehabilitasi jenis-jenis pohon kehidupan
  4. Membentuk lembaga kemitraan antar taman nasional dengan masyarakat, sehingga dalam jangka panjang akan membantu dalam pengelolaan dan pengamanan taman nasional.
  5. Menjembatani konflik kepentingan antara para pihak terhadap Taman Nasional Kutai, khususnya antara Pemerintah Daerah, Balai Taman Nasional Kutai dan masyarakat.
Selain hal di atas BIKAL juga memandang perlu upaya-upaya konkrit dalam menyelesaikan persolan kompleks yang melanda Taman Nasional Kutai. Upaya-upaya itu diantaranya:  

Wawancara Singkat Perspektif Para Pihak Terhadap TNK..

Wawancara Singkat
Perspektif para pihak terhadap TNK
(Bagian 1).

Oleh:
Fadli Moh. Noch

A. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur

Perspektif Pemerintah Kabupaten Kutai Timur memandang. TNK sebagai aset bangsa dan aset internasional yang kaya akan sumberdaya alam perlu penataan-penataan untuk mengantisipasi permasalahan yang timbul nantinya, namun demikian masalah yang terjadi di TNK selama ini menjadi masalah kita semua. Kerusakan-kerusakan TNK disebabkan oleh berbagai macam kegiatan mulai dari eksploitasi sumber daya hutan dan tambang, trasmigrasi spontan yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk pada desa-desa tersebut yang mana awalnmya penduduk yang ada pada desa-desa tersebut hanya berkisar 625 jiwa sekarang telah mencapai 16 ribu jiwa yang setiap tahunnya akan bertambah. Hal ini sangat disayangkan lahan-lahan yang tadinya merupakan bagian dari Taman Nasional Kutai kini berubah menjadi pemukiman-pemukiman penduduk.
Seiring dengan perkembangan waktu dan proses-proses yang telah dilakukan, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Kutai yang berada di Tenggarong ketika itu dengan dukungan DPRD Kabupaten dan DPRD Provinsi serta restu dari Menteri Dalam Negeri, kawasan-kawasan itu berkembang menjadi desa definitif. Jadilah Desa Sangatta Selatan, Desa Sangkima, Desa Teluk Pandan dan Desa Singa Geweh. Resminya di TNK terdapat 4 desa definitif yang statusnya sama dengan desa yang lain. Pemerintah harus memperlakukan mereka seperti desa yang lain dan juga mereka berhak mendapat KTP serta fasilitas yang memadai sebagaimana Desa pada umumnya.

Meninjau Kewenangan Pengelolaan TNK Dalam Perspektif Otda

Meninjau
Kewenangan Pengelolaan Taman Nasional Kutai
Dalam Perspektif Otonomi Daerah
(Kewenangan Pengelolaan Pusat dan Daerah)

Oleh:
Fadli Moh. Noch

Sidang Istimewa MPR bulan Nopember 1998 merupakan titik berangkat pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, hasil sidang tersebut ditetapkan ke dalam TAP MPR No. XV/ 1998. Penjabarannya dituangkan kedalam pembagian kewenangan urusan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam UU No. 22 Tahun 1999, dimana Pasal 7 ayat 2 UU No. 22 Tahun 1999 mencantumkan bahwa kewenangan dibidang lain meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia, pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional. Dengan mempertimbangkan bahwa Taman Nasional termasuk dalam kelompok konservasi, maka kewenangan daerah dalam hal pengelolaan Taman Nasional menjadi terbatas. Maka dalam konteks pengembangan wilayah dan masyarakat di sekitar dan dalam kawasan Taman Nasional yang merupakan kewenangan daerah perlu dicari jalan keluarnya secara terintegrasi dengan pengelolaan TNK, serta pemanfaatan sumberdaya alamnya tanpa melanggar peraturan diatasnya.

Selasa, 22 Maret 2011

Sekilas Perjalanan Illegal Logging dan Instrumen Hukum Yang Mengaturnya.

Sekilas Perjalanan Illegal Logging
dan Instrumen Hukum Yang Mengaturnya.

Oleh:
Fadli. Mohammad Noch


A. Perjalanan Eksploitasi Hutan

Kegiatan eksploitasi hutan tercatat telah dimulai pada era antara tahun 1965-1970 yang dilakukan oleh masyarakat, era tersebut dikenal dengan era “banjir kap” dimana kegiatan eksploitasi hutan dilakukan secara bebas dan hampir tidak ada mekanisme kontrol . Jaman banjir kap kayu-kayu yang ada dipinggir sungai ditebang secara tidak resmi dan dibawa kepada pembeli lewat sungai. Pekerjaan menebang kayu merupakan salah satu pendapatan masyarakat sekitar dan di dalam hutan . Di era tersebut belum ada peraturan perundangan yang memadai, sehingga sulit dikatakan bahwa aktifitas masyarakat menebang kayu dikategorikan perbuatan illegal atau kejahatan kehutanan.

Pengaturan pengusahaan hutan dimulai pada awal 1970-an, melalui pemberian izin pengusahaan hutan oleh pemerintah kepada badan-badan usaha yang berbadan hukum dan memiliki kapital yang memadai. Model pertama izin pengusahaan hutan adalah Hak Pengusahaan Hutan (HPH), yang kemudian bertambah dan berkembang dalam bentuk lain seperti Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), Izin Pemungutan dan Pemanfatan Kayu (IPPK), Hak Izin Pengusahaan Hasil Hutan (HIPHH), dan sebagainya.

Selasa, 22 Februari 2011

Permasalahan Penegakan Hukum Kejahatan Kehutanan Di Kal-Tim (Bagian II)

Permasalahan Penegakan Hukum
Kejahatan Kehutanan (Illegal Logging)
di Kalimantan Timur.
 (Bagian II. Selesai)

Oleh:
Fadli. Moh. Noch

C. Apa Yang Harus Dilakukan Di Kalimantan Timur?
Bagian ini merupakan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat, stakeholder kehutanan dan lembaga donor dalam upaya mendukung dan memperkuat Proses Penegakan Hukum Illegal Logging di Kalimantan Timur yang tujuannya tidak lain untuk memperbaiki pengelolaan hutan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasilnya, memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin dan termarginalisasikan, dan menjaga jasa lingkungan dan nilai-nilai keanekaragaman hayati.
Dari hasil identifikasi yang dilakukan maka dapat dipetahkan bahwa permasalahan yang mendasar dalam proses penegakan hukum illegal logging di Kalimantan Timur sebagaimana yang diketahui dari hasil wawancara dengan respondent kunci dan data-data yang ada, sebagaimana yang telah disebutkan dia atas dan untuk itu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki proses tersebut maka dukungan dari Pemerintah Pusat, stakeholder kehutanan dan lembaga donor untuk memperbaiki hal tersebut dapat melakukan:

Permasalahan Penegakan Hukum Kejahatan Kehutanan Di Kal-Tim

Permasalahan Penegakan Hukum
Kejahatan Kehutanan (Illegal Logging)
di Kalimantan Timur.
(Bagian I. Tulisan ini dibuat secara bersambung)

Oleh:
Fadli. Moh. Noch

A. Latar Belakang
Pada kurun waktu antara 1998-2004, perjalanan pengelolaan hutan mendapat sorotan tajam dari dalam maupun luar negeri. Pada kurun waktu terseebut, telah terjadi ledakan pengrusakan hutan akibat praktik eksploitasi yang tidak terkendali. Hal ini ditandai dengan muncul dan maraknya praktik eksploitasi hutan oleh pelaku-pelaku baru yang tidak memiliki izin atau memanipulasi izin pemanfaatan. 

Memasuki fase 2006-Sampai saat ini, praktik illegal logging memainkan modus baru dengan cara mengurus izin perkebunan kelapa sawit. Modus ini menjadi sorotan utama dan menjadi perbincangan hangat, hal ini tidak lain karena illegal logging telah dipandang sebagai sebuah aktivitas mafia yang seolah tak pernah tersentuh hukum. Kejahatan illegal logging itu sendiri telah berhasil menciptakan suatu karya terbesar dalam kerusakan hutan di Indonesia dengan berbagai modus yang digunakan. Bahkan ada yang beranggapan bahwa kejahatan illegal logging dapat disejajarkan dengan korupsi maupun sekelas terorisme sekalipun.

Rabu, 16 Februari 2011

Catatan Singkat Kebijakan Perkebunan Kelapa Sawit Di Era Otonomi Daerah

Catatan Perbandingan Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Bidang Pemanfaatan Sumberdaya Sub Sektor Perkebunan Antara Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah VS Undang-undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

Oleh:
Fadli. Moh. Noch


Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebenarnya telah merinci mengenai pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah meskipun demikian undang-undang tersebut tidak memasukkan bidang pertanian (sub sektor perkebunan) sebagai urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Undang-undang tersebut memasukkan bidang-bidang terkait seperti tata ruang, lingkungan hidup dan tanah khususnya yang berskala Kabupaten sebagai urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Pertanian (sub sektor perkebunan) dikategorikan sebagai urusan pemerintah bersifat pilihan yang secara nyata ada sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan dengan demikian, karena sifatnya khas untuk daerah tertentu, undang-undang tersebut membuka peluang negosiasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menentukan pembagian kewenangan sub sektor perkebunan yang tepat.

Selasa, 15 Februari 2011

Catatan Singkat Peranserta Masyarakat Dalam Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

Catatan Singkat Mengenai Peranserta Masyarakat Dalam Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

Oleh: Fadli Moh. Noch

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan adalah proses interaksi, relasi dan kebersamaan yang melibatkan berbagai pihak kepentingan meliputi unsur-unsur; pemerintah/pemerintah daerah, lembaga supra struktur, infrastruktur, lembaga sosial masyarakat, akademisi, organisasi profesional, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat lainnya selaku pemangku kepentingan (stakeholders). Unsur-unsur pemangku kepentingan tersebut secara emosional, struktural dan kontekstual, memiliki kesamaan kepentingan, yaitu memperjuangkan masalah yang dihadapi dan dirasakannya untuk mendapatkan pemecahannya. Kalau kita memandang komponen masyarakat dengan berbagai masalahnya, dan komponen pembuat keputusan berkewajiban memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat, kedua komponen tersebut sangat penting dalam policy process. Diperlukan kebersamaan untuk menselaraskan persepsi dan cara berfikir, cara pandang dalam melihat masalah dan kepentingan masing-masing.

Kawasan Konservasi Hutan Kota Mangrove Kota Balikpapan