KELOLA SUMBERDAYA ALAM DEMI MASA DEPAN ANAK CUCU KITA

Selasa, 27 April 2010

Pendekatan ILEA (Studi Kasus PT.Tunggul Buana Perkasa di Kalimantan Timur)

A. Latarbelakang
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa jenis tindak pidana yang menjadi perhatian utama Pemerintah, yaitu tindak pidana korupsi, pembalakan liar (illegal logging) dan terorisme serta narkoba. Hal ini tidak terlepas dari dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut antara lain dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut bukan hanya menjadi dominasi aparat penegak hukum tetapi sudah memerlukan peran aktif semua unsur seperti sektor swasta dan pemerintah yang lingkupnya bukan hanya domestik tetapi sudah mengglobal. Kendati berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah baik sendiri maupun bersama-sama dengan negara lain, namun hasilnya masih belum memuaskan.

Terkait dengan pembalakan liar (illegal logging), berdasarkan data dari Departemen Kehutanan tahun 2003 disebutkan bahwa luas hutan Indonesia yang rusak mencapai 43 juta hektar dari total 120,35 hektar dengan laju degradasi dalam tiga tahun terakhir mencapai 2,1 hektar pertahun. Sejumlah laporan bahkan menyebutkan antara 1,6 sampai 2,4 juta hektar hutan Indonesia hilang setiap tahunnya atau sama dengan luas enam kali lapangan sepak bola setiap menitnya. Pada tahun 2004 Departemen Kehutanan menyatakan bahwa kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 3,8 juta hektar pertahun dan negara telah kehilangan Rp. 85 Milyar perhari akibat pembalakan liar (illegal logging) .

Dalam konteks Kalimantan Timur, salah satu kasus pembalakan liar yang mendapat perhatian yang cukup besar dar masyarakat luas adalah yang melibatkan Mayjen TNI (purn) Gusti Syaifuddin. Mantan Sekjen Depnakertrans disangka telah melakukan penjarahan kayu di Kecamatan Segah, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. Gusti disangka melakukan penebangan di luar wilayah izin penebangan kayu yang dimilikinya sekitar 2.000 ha. PT Tunggul Buana Perkasa milik tersangka melalui dua kontraktornya, Arifin dan Darul Hakim, telah melakukan penebangan sejauh 14 km di luar wilayah tebangan sejak tahun 1999. Maret 2006, Tim Tastipikor dan tim khusus antipembalakan liar Mabes Polri telah menyita 6.200 M3 kayu hasil tebangan liar PT Tunggal Buana Perkasa.

Dari penjarahan kayu itu, negara dirugikan sekitar Rp 3,4 miliar. Dua tersangka lainnya yang jadi kontraktor PT Tunggal Buana Perkasa Arifin dan Darul Hakim telah ditahan. Mereka kini menjalani pemeriksaan di Pengadilan Negeri Tarakan. Sementara itu, Gusti Syaifuddin yang pada awalnya sempat diperiksa di Mapolda Kaltim tiba-tiba lolos dari pemeriksaan polisi. Dia kemudian menjadi DPO sejak Juni 2004 “Lolosnya” Gusti Syaifuddin keluar negeri, mengakibatkan empat perwira Polda Kaltim harus menjalani pemeriksaan pihak Provost Mabes Polri. Empat orang perwira tinggi dan perwira menengah Polda Kaltim menjalani pemeriksaan dan keempatnya dipindahkan, yakni Irjen Pol Drs Sitompul mantan Kapolda Kaltim, mantan Dir Reskrim Polda Kaltim Kombes Pol Drs Erry Prasetyo, mantan Kapolres Bulungan AKBP Drs Heddy Handoko, dan mantan Kasat Tipikor Polda Kaltim AKBP Drs Arif Prapto. Ketiga perwira menengah terakhir, kini menjadi perwira nonjob di Polda Kaltim.

Tidak dapat dipungkiri, pendekatan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam penanganan kasus pembalakan liar (illegal logging) selama ini lebih menitikberatkan pada pelanggaran terhadap Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Padahal, pada derajat tertentu, sebagian besar tindak pidana illegal logging pada dasarnya bermotifkan ekonomi. Tanpa ada kepentingan ekonomi, tindak pidana tersebut tidak akan terjadi. Oleh karena itu, menjadi hal yang cukup penting dalam konteks memupus motivasi seseorang melakukan tindak pidana melalui pendekatan pelacakan, pembekuan, penyitaan dan perampasan aset hasil tindak pidana. Seseorang ataupun kejahatan terorganisir dengan sendirinya akan menjadi enggan atau tidak memiliki motivasi untuk melakukan suatu perbuatan pidana apabila hasil perbuatan pidana tersebut dikejar dan dirampas untuk negara.

Penanganan tindak pidana pembalakan liar (illegal logging) dengan menggunakan pendekatan di atas menjadi penting karena berkembangnya aktifitas pencucian pencucian uang memberikan insentif atau kemudahan bagi pelaku pencucian uang untuk meningkatkan kejahatannya (predicate crime) seperti pembalakan liar (illegal logging) dan berbagai kejahatan lainnya. Kejahatan-kejahatan tersebut dapat melibatkan atau menghasilkan uang atau aset (proceeds of crime) yang jumlahnya sangat besar.

Berangkat dari pemahaman tersebut, studi ini akan mengkaji Putusan Pengadilan Negeri Tarakan No.62/Pid.B/2007/PN.TRK terkait dengan tindak pidana illegal logging yang dilakukan oleh Terdakwa Gusti Syaifuddin,SH. Bin H.Gusti Amir. Analisis ini akan memotret kasus tersebut dengan pendekatan yang berbeda, dengan suatu asumsi dasar bahwa pada derajat tertentu, sebagian besar tindak pidana illegal logging bukan merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, tetapi berkelindan erat dengan tindak pidana perusakan lingkungan, korupsi, bahkan pencucian uang. Konsep penegakan hukum ini diberi nama Integrated Law Enforcement Approach (ILEA) atau pendekatan penegakan hukum terpadu. Pendekatan ILEA penggunaan UU Tipikor dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk memujudkan sasaran tersebut. Lebih jauh, konsep ILEA pada dasarnya tidak hanya juga berada dalam ranah hukum pidana, tetapi juga berkenaan dengan penggunaan instrumen hukum administrasi dan perdata dalam penanganan kasus pembalakan liar.

B. Kasus Posisi
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur No. 522.21/1743/DK-VII/2004 tanggal 18 Mei 2004 tentang Ijin Pemanfaatan Kayu Tahun 2004/2005, areal yang diijinkan kepada Gusti Syaifuddin selaku Direktur Utama PT. Tunggul Buana Perkasa seluas 2.890 Ha (dua ribu delapan ratus sembilan puluh hektar). Sementara, pada sisi lain, Gusti Syaifuddin menganjurkan kepada Mr. Hoo Wui Kiong untuk melaksanakan pemungutan hasil hutan terhadap semua jenis kayu bernilai komersial bulat pada Areal PT. Tunggul Buana Perkasa seluas 16.350,00 Ha (enam belas ribu tiga ratus lima puluh hektar) yang berarti melebihi dari luas yang diijinkan. Demikian pula target produksi yang ditetapkan dalam SK IPK tahun 2004/2005 tersebut adalah kayu bulat diameter 40 Cm keatas sebesar 53.747 M³ (lima puluh tiga ribu tujuh ratus empat puluh tujuh meter kubik) sedangkan Gusti Syaifuddin mewajibkan Mr. Hoo Wui Kiong untuk memproduksi kayu bulat dengan target volume minimal sebesar 7.000 M³ per bulan sehingga jika jangka waktu kerjasama pemungutan hasil hutan tersebut selama 1 (satu) tahun maka target produksi yang diwajibkan/dianjurkan adalah sebanyak 84.000 M³ (delapan puluh empat ribu meter kubik), hal ini juga melebihi dari target produksi yang diijinkan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang telah dilakukan oleh Tim Gabungan yang berdiri dari Aparat Kepolisian Bareskrim Mabes Polri, Ditreskrim Polda Kaltim dan Polres Bulungan bersama-sama dengan Sunanto Pengukur Batas Hutan di UPTD Palonologi Kehutanan Tarakan pada lokasi penebangan yang dilakukan oleh Arifin Bin Ali selaku karyawan Talumas SDN BHD atau Mr. Ho Wui Kiong yang diwajibkan atau dianjurkan oleh Gusti Syaifuddin adalah di luar areal IPK PT. Tunggul Buana Perkasa tahun 2004/2005 No. 522.21/1743/DK-VII/2004 tanggal 18 Mei 2004 dan di luar Areal IPK PT. Tunggul Buana Perkasa Nomor: 522.21/1440/Kpts/DK-VII/2005 tanggal 31 Maret 2005 yang merupakan Perpanjangan IPK PT. Tunggul Buana Perkasa tahun 2004/2005.

Selain melakukan kerjasama pemungutan hasil hutan dengan Mr. Ho Wui Kiong Direktur Talumas Sdn Bhd yang pelaksanaannya di lapangan dilaksanakan oleh Arifin Bin Ali, Gusti Syaifuddin selaku Direktur Utama PT. Tunggul Buana Perkasa juga melakukan kerjasama operasional pemungutan hasil hutan dengan H. Darul Hakim Bin Abdul Hakim AB Mas Purwanata selaku Direktur CV. Sanggam Jaya Abadi yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama Pemungutan Hasil Hutan tanggal 18 Oktober 2005. Adapun jangka waktunya adalah sejak ditanda tanganinya perjanjian pada tanggal 18 Oktober 2005 sampai dengan tanggal 31 Desember 2006, padahal IPK Nomor: 522.21/1440/Kpts/DK-VII/2005 tanggal 31 Maret 2005 hanya berlaku sampai 23 Maret 2006.

Kontraktor (CV. Sanggam Jaya Abadi/H. Darul Hakim) bertugas melaksanakan Cleanand Clearing di Lokasi ex RKT I seluas 2.050 Ha (Wilayah Clean Clearing) dalam 2 tahapan :
1. Tahap I seluas 50 Ha selama 10 hari kalender berturut-turut dalam bulan Desember 2005 dan Kontraktor wajib menyiapkan lahan pembibitan kelapa sawit di lahan yang telah dilakukan clean and clearing ;
2. Tahap II seluas 2000 Ha dimulai pada bulan Februari 2006 sampai dengan Desember 2006 dan Kontraktor wajib memotong atau menebang kayu produksi diameter 20-49 cm sejumlah + 20.000 M³.

Kontraktor (CV.SJA) juga bertugas melaksanakan Cutting (Desember 2005 – Maret 2006) atas kayu diameter 50 cm atau lebih sejumlah + 35.000 M3 di lokasi RKT III. Apabila dijumlahkan target produksi kayu bulat yang wajib ditebang oleh CV. Sanggam Jaya Abadi/H. Darul Hakim dari kegiatan pada tahap II Clean Clearing dan kegiatan Cutting saja adalah sejumlah 55.000 M³ dimana target produksi yang dianjurkan/diperintahkan oleh Gusti Syaifuddin kepada CV. Sanggam Jaya Abadi/H. Darul Hakim tersebut sudah melebihi target produksi dalam IPK Nomor: 522.21/1440/Kpts/DK-VII/2005 tanggal 31 Maret 2005 yang hanya 43.642 M³.

Oleh karena masa berlaku Ijin IPK PT. Tunggul Buana Perkasa berakhir pada tanggal 23 Maret 2006 maka H. Darul Hakim memindahkan kegiatan penebangan ke Sungai Laung sekitar 12 km yakni tempat/lokasi yang ditunjukkan Suprapto lewat Umar surveyor CV. Sanggam Jaya Abadi /H. Darul Hakim atas anjuran dari saksi Suprapto anak buah Gusti Syaifuddin melalui Umar Surveyornya. Sesuai Hasil Pemeriksaan Areal Kerja PT. Tunggul Buana Perkasa di Desa Sajau Kecamatan Tanjung Palas Timur Kabupaten Bulungan yang dilakukan oleh Tim Gabungan yang terdiri dari Aparat Kepolisian Bareskrim Mabes Polri, Ditreskrim Polda Kaltim dan Polres Bulungan bersama-sama dengan Sunanto Pengukur Batas Hutan di UPTD Palonologi Kehutanan Tarakan pada tanggal 08 hingga tanggal 10 Maret 2006 di lokasi penebangan yang dilakukan oleh H. Darul Hakim Bin Abdul Hakim AB Maspurwanata, dengan menggunakan alat Global Position System (GPS) merk Garmin Etrex telah mengambil titik-titik koordinat di lokasi tersebut kemudian data koordinat yang diambil dari lapangan diploting dengan Peta Kerja Rencana Pemanfaatan Kayu (RPK) Tahun 2004/2005 pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit Pola PRI-TRANS (KKPA) PT. Tunggul Buana Perkasa Lokasi Desa Sajau Kecamatan Tanjung Palas Timur Kabupaten Bulungan Propinsi Kalimantan Timur skala 1 : 50.000, IPK PT. Tunggul Buana Perkasa Nomor : 522.21/1440/Kpts/DK-VII/2005 tanggal 31 Maret 2005 dan Peta Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Propinsi Kalimantan Timur (Lampiran SK. Menhutbun No. 79/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 skala 1 : 250.000), telah diperoleh hasil bahwa titik koordinat 02° 37’ 13,7” LU dan 117° 36’ 15,7” BT adalah Tempat Pengumpulan Kayu (TPn) CV. Sanggam Jaya Abadi atau H. Darul Hakim Bin Abdul Hakim AB Maspurwanata yang sampai saat pemeriksaan masih ada kayunya dan disekitarnya terdapat bekas-bekas tebangan dan jalan sarad yang dilakukan oleh CV. Sanggam Jaya Abadi atau H. Darul Hakim Bin Abdul Hakim AB Maspurwanata. Lokasi ini terletak di dalam Rencana Areal Perkebunan PT. Tunggul Buana Perkasa.

Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang telah dilakukan oleh Tim Gabungan yang terdiri dari Aparat Kepolisian Bareskrim Mabes Polri, Ditreskrim Polda Kaltim dan Polres Bulungan bersama-sama dengan Sunanto, Pengukur Batas Hutan di UPTD Palonologi Kehutanan Tarakan pada lokasi penebangan yang dilakukan oleh H. Darul Hakim selaku Direktur Utama CV. Sanggam Jaya Abadi yang diwajibkan atau dianjurkan oleh Gusti Syaifuddin tersebut adalah diluar Areal IPK PT. Tunggul Buana Perkasa Nomor : 522.21/1440/Kpts/DK-VII/2005 tanggal 31 Maret 2005 yang merupakan Perpanjangan IPK PT. Tunggul Buana Perkasa tahun 2004/2005 dimana tempat penebangan yang telah dilakukan atau titik koordiant di atas berada di luar Lokasi Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang diijinkan kepada PT. Tunggul Buana Perkasa Nomor : 522.21/1440/Kpts/DK-VII/2005 tanggal 31 Maret 2005, sementara jarak antara penebangan yang telah dilakukan dengan lokasi IPK yang diijinkan berjarak 12 kilometer.

Tidak ada komentar:

Kawasan Konservasi Hutan Kota Mangrove Kota Balikpapan