KELOLA SUMBERDAYA ALAM DEMI MASA DEPAN ANAK CUCU KITA

Sabtu, 28 Agustus 2010

PERLUKAH REGULASI CSR DI DAERAH

Perlukah Regulasi
Corporate Social Responsibility (CSR)
Di Tingkat Daeah?
(Wacana Pembuatan Perda CSR Di Kaltim
 Khususnya Kota Balikpapan)

Oleh:
Fadli. Moh. Noch

A.     Pendahuluan
Wacana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) tidak hanya hangat dibicarakat di tingkat Internasional maupun nasional. Wacana tersebut juga kini sedang melanda daerah-daerah yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) seperti Kalimantan Timur tanpa terkecuali Kota Balikpapan.
Jika dicermati adanya wacana pengaturan CSR ditingkat daerah bukan tanpa alasan. Hal ini didasari oleh pesatnya perkembangan perusahaan di daerah yang kemudian menimbulkan ketimpangan antara kesejahteraan pimpinan dan pekerja suatu perusahaan dengan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Kondisi tersebut dapat menimbulkan ketidak-nyamanan, ketidak-amanan, konflik dan gangguan proses produksi, dan kesenjangan kualitas manusia. Perusahaan mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk meraup keuntungan maksimal tetapi mengabaikan etika bisnis, mengabaikan kepedulian dan penghargaan pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Hadirnya suatu perusahaan, terutama yang berskala besar, di suatu kawasan atau masyarakat biasanya disertai dengan pengenalan nilai dan teknologi yang dapat mempengaruhi lingkungan dan sistem sosial budaya yang ada. Nilai dan teknologi ini dapat berpengaruh positif dan dapat pula berpengaruh negatif. Bila pengaruh negatif ini tidak diantisipasi dan tidak dikelola dan diminimalkan dengan baik akan menimbulkan konflik antara perusahaan dan masyarakat.
Dampak negatif dari berdirinya sebuah perusahaan dirasakan saat perusahaan bukan hanya semakin kaya, tetapi juga semakin berkuasa, sementara jumlah penduduk miskin dan lemah serta rentan secara sosial, ekonomi, politik, kesehatan dan lingkungan semakin banyak. Dalam hal ini, kemajuan perusahaan ternyata menyumbangkan ketidakadilan dan kesenjangan sosial. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi tidak selalu sejalan dengan pemerataan atau distribusi kesejahteraan.

Selasa, 17 Agustus 2010

EUPHORIA PERDA CSR


Euphoria Peraturan Daerah
Corporate Social Responsibility
(CSR)

Oleh:
Fadli. Moh. Noch

Pemerintah Kota Balikpapan, akan mempertimbangkan perumusan peraturan daerah pelaksanaan CSR untuk diberlakukan di perusahaan Balikpapan. “Sehingga saat ada Perda, ada sanksi bagi mereka yang tidak mematuhinya. Sekarang ini kami cuma bisa mendata CSR dilaporkan perusahaan,”.

A. Pro-Kontra CSR.

Fenomena Corporate Social Responsibility (CSR) sampai saat ini masih tetap menarik untuk di perbincangkan, hal ini tentunya tidak lepas dari adanya pro dan kontra tentang pemahaman CSR itu sendiri. Bagi komunitas yang kontra terutama dari kalangan pebisnis bahwa CSR adalah konsep dimana perusahaan, sesuai kemampuannya, melakukan kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan itu adalah diluar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam peraturan perundangan formal, seperti ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Mereka berpendapat, jika diatur, selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha. Selain itu bagi kebanyakan perusahaan CSR dianggap sebagai parasit yang dapat membebani biaya “Capital Maintenance”. Kalaupun ada yang melakukan CSR, itupun dilakukan untuk adu gengsi. Jarang ada CSR yang memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat.

Sementra untuk kalangan yang pro CSR, menganggap bahwa keberadaan suatu perusahaan terutama yang berskala besar akan membawah ketimpangan antara kesejahteraan pimpinan, pekerja dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya yang kemudian akan menimbulkan ketidak-nyamanan, ketidak-amanan, konflik dan gangguan proses produksi, dan kesenjangan kualitas manusia. Keberadaan suatu perusahaan, disuatu kawasan atau masyarakat biasanya akan mempengaruhi lingkungan. Untuk itu keberadaan CSR sangat diperlukan bukan karena diwajibkan oleh pemerintah atau penguasa, melainkan merupakan komitmen yang lahir dalam konteks etika bisnis (beyond legal aspects) agar sejahtera bersama masyarakat berdasarkan prinsip kepantasan sesuai nilai dan kebutuhan masyarakat. CSR merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan perlakuan etis terhadap stakeholders, baik yang berada di dalam maupun di luar perusahaan.

Minggu, 30 Mei 2010

OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI KALIMANTAN TIMUR

OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI KALIMANTAN TIMUR

Oleh:
Fadli. Mohammad Noch, SH


A. Pendahuluan

Tulisan ini secara khusus menyoroti sistem pengelolaan sumberdaya alam di Kalimantan timur yang dikaitkan dengan konsep Otonomi Daerah dan Desentralisasi, khususnya mengenai kewenangan pemerintah provinsi dalam hal penafsiran otonomi daerah dan kesiapannya. Selama ini dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat dianggap belum mempunyai agenda yang jelas untuk memberikan pedoman, petunjuk ataupun arahan bagi pemerintah daerah untuk menjalankan pengelolaan sumberdaya alam di daerahnya masing-masing. Keadaan tersebut terlihat dengan adanya konflik tarik-menarik kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten; belum adanya peraturan yang komprehensif dan integral mengatur PSDA, belum terlihatnya program pengembangan kapasitas SDM pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, dan sebagainya. Akibatnya, pemerintah daerah dianggap tidak siap untuk menjalankan otonomi.

Sementara itu, masyarakat dan pengusaha mengeluhkan sulitnya akses terhadap peraturan daerah, rendahnya transparansi dan akuntabilitas publik. Dalam proses penyusunan produk hukum daerah kurang melibatkan peran serta mereka, sementara dampak langsung dari produk hukum daerah tersebut akan mereka rasakan tanpa ada kemampuan untuk memberikan kritik atau penolakan yang bersifat membangun. Adakah mekanisme untuk menyampaikan aspirasi masyarakat adalah hal yang juga kurang mereka ketahui. Lebih jauh, sikap resistensi terhadap sebuah produk hukum terkadang memunculkan konflik yang merugikan multi pihak.

Jumat, 30 April 2010

Sebuah Catatan Esensi Perjuangan Buruh

Sebuah Catatan Esensi Perjuangan Buruh
Oleh:
Fadli Moh. Noch

Kemenangan suatu perjuangan kaum buruh atas kesewenag-wenangan pengusaha bukan hanya merupakan kejayaan untuk kaum buruh itu sendiri tetapi lebih luas untukaaaaaaaaaa bangsa ini. Dimana kemenangan itu sekaligus mendorong perubahan dalam dogma-dogma lama mengenai perilaku pengusaha yang selama ini di backing Negara (pemerintah). Secara nyata perjungan itu menunjukkan kapasitas kaum buruh menuju kemasa pembebasan dan ketidak terikatan terhadap norma-norma penjajahan yang bersipat mengatur dan ingin diikuti apa yang menjadi kehendak.

Kamis, 29 April 2010

HAK GUNA AIR

A. Latar Belakang

Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana telah empat kali diubah berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat“. Ini mengandung arti bahwa bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara harus diabadikan untuk kemakmuran rakyat dengan berkeadilan. Atas penguasaan oleh negara atas bumi, air dan kekayaan alam tersebut, negara harus menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokoknya sehari-hari dengan melakukan pengaturan untuk memperoleh air. Penguasaan negara atas sumber daya air diselenggarakan oleh pemerintah (pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah) sebagai perwujudan kedaulatan negara dengan tetap menghormati kesatuan hukum masyarakat adat setempat atau hak-hak serupa dengan itu sepanjang masyarakat hukum adat itu masih hidup dan diakui oleh masyarakat dan pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip NKRI.

Kasus VICO Indonesia Dengan Masyarakat Penggarap Lahan Desa Semangko KM.5/KM.28 Kecamatan Marangkayu Kabupeten Kutai Kartanegara


A. Latar Belakang

Operasi pertambangan, pada umumnya telah menciptakan perubahan kondisi lingkungan yang sangat besar, dan seringkali diikuti dengan kehancuran dan pencemaran lingkungan. Bukan hanya itu, kegiatan pertambangan ternyata juga menjadi pemicu munculnya konflik antara masyarakat dan pemerintah, masyarakat dan perusahaan, dan bahkan antar masyarakat. Selama ini, konflik yang terekam umumnya terkait dengan batas wilayah konsesi pertambangan dengan tanah milik masyarakat.

Rabu, 28 April 2010

Mendukung Revitalisasi Mitra Kutai Menjadi “land council” Multi Pihak Untuk Taman Nasional Kutaidan Daerah Sekitarnya


A. Latar Belakang
Taman Nasional Kutai (TNK) merupakan kawasan konservasi dengan karakteristik hutan hujan tropis dataran rendah dan memiliki keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang sangat penting. Selain memiliki ekosistem asli, kawasan konservasi ini juga berperan sebagai pelestarian kawasan dan ekosistem sekitar dan berpotensi sebagai kawasan wisata, media pendidikan dan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan. Fungsi-fungsi nyata ekosistem TNK di antaranya adalah sebagai penangkap dan cadangan sumber air, habitat satwa besar orangutan dan tempat beragam bahan dasar obat-obatan.

Kajian Status Hukum Taman Nasional

Ringkasan Eksekutif
Taman Nasional Kutai (TNK) terletak di kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (yakni Kecamatan Bontang Utara, Bontang Selatan, Muara Badak, dan Marang). yakni 0 – 400 m diatas permukaan laut. Secara administrartif sebelumnya berada Kabupaten Kutai dan Kota Bontang, secara geografis berada diantara 0º 7 ’ 54 ” - 0º 33 ” 53 ” LU dan 116 º 58 ”48 ”-117 º 35 ’ 29 ” BT. Luasan TNK berdasarkan surat Menteri Kehutanan No. 997/Menhut-II/1997 luasan Taman Nasional Kutai menjadi 198.604 Ha, merupakan hasil dari pengurangan kawasan TNK sejak penunjukan tahun 1995, untuk perluasan Kota Bontang sekitar 25 Ha.

Selasa, 27 April 2010

Pengembangan Staregi Manajemen Konservasi Hutan Lindung Wehea Secara Berkelanjutan

A. Latar Belakang
Kawasan Hutan Weha adalah suatu kawasan hutan yang yang memiliki luas dan terletak di Kabupaten Kutai timur, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis, kKutai timur adalah hutan lindung yang secara administratif memiliki luas wilayah 3.574.700 ha, kawasan hutan seluas 2.784.024 ha (atau sekitar 80 % luas wilayahnya). Hutan Lindung Wehea terletak di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, 450 km dari Kota Samarinda, ibukota Kalimantan Timur, 275 km dari Sengata Ibukota Kabupaten Kutai Timur dengan luas kawasan ± 38.000 ha,Letak lokasi awasan Hutan Lindung Wehea HLW) berbatasan dengan masuk ke dalam kelompok hutan S.Seleq-Wahau dan berbatasan dengan beberapa konsesi hak pengusahaan hutan seperti (ex) HPH, yaitu: Utara: EX. HPH PT. Alas Helau, Timur: HPH PT. Gunung Gajah Abadi, Selatan: HPH PT. Narkata Rimba, danBarat: HPH PT. Narkata Rimba.

Gap Analisis Kebijakan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Ringkasan Eksekutif
Salah satu isu yang selama ini telah menjadi keprihatinan bersama, baik pada tingkat lokal, nasional maupun global adalah keberlanjutan lingkungan hidup. Isu tersebut muncul karena adanya keterbatasan daya dukung lingkungan di satu sisi dan pola eksploitasi lingkungan hidup yang luar biasa di sisi lain. Jika pola eksploitasi yang sekarang ini diteruskan maka tidak mustahil lingkungan hidup dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya akan hilang. Demikian halnya dengan deforestasi dan degradasi lahan, serta dikonversinya kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit juga merupakan kegiatan yang memberikan kontribusi dalam penurunan kualitas lingkungan hidup itu sendiri.

Pendekatan ILEA (Studi Kasus PT.Tunggul Buana Perkasa di Kalimantan Timur)

A. Latarbelakang
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa jenis tindak pidana yang menjadi perhatian utama Pemerintah, yaitu tindak pidana korupsi, pembalakan liar (illegal logging) dan terorisme serta narkoba. Hal ini tidak terlepas dari dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut antara lain dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut bukan hanya menjadi dominasi aparat penegak hukum tetapi sudah memerlukan peran aktif semua unsur seperti sektor swasta dan pemerintah yang lingkupnya bukan hanya domestik tetapi sudah mengglobal. Kendati berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah baik sendiri maupun bersama-sama dengan negara lain, namun hasilnya masih belum memuaskan.

Kawasan Konservasi Hutan Kota Mangrove Kota Balikpapan