KELOLA SUMBERDAYA ALAM DEMI MASA DEPAN ANAK CUCU KITA

Rabu, 16 Februari 2011

Catatan Singkat Kebijakan Perkebunan Kelapa Sawit Di Era Otonomi Daerah

Catatan Perbandingan Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Bidang Pemanfaatan Sumberdaya Sub Sektor Perkebunan Antara Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah VS Undang-undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

Oleh:
Fadli. Moh. Noch


Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebenarnya telah merinci mengenai pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah meskipun demikian undang-undang tersebut tidak memasukkan bidang pertanian (sub sektor perkebunan) sebagai urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Undang-undang tersebut memasukkan bidang-bidang terkait seperti tata ruang, lingkungan hidup dan tanah khususnya yang berskala Kabupaten sebagai urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Pertanian (sub sektor perkebunan) dikategorikan sebagai urusan pemerintah bersifat pilihan yang secara nyata ada sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan dengan demikian, karena sifatnya khas untuk daerah tertentu, undang-undang tersebut membuka peluang negosiasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menentukan pembagian kewenangan sub sektor perkebunan yang tepat.Read More......
Peluang Pemerintah Daerah untuk memperoleh kewenangan di bidang sub sektor perkebunan sebenarnya cukup terbuka dalam Undang-undang tersebut, seperti yang tertuang dalam satu pasalnya yang mengatur hubungan kewenangan dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Peluang tersebut semakin mendapat titik terang dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, mempertegas bahwa urusan sub sektor perkebunan merupakan urusan pemerintah pusat yang masuk dalam 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintah khususnya pada urusan pemerintah bidang pertanian dan ketahanan pangan, namun demikian semua urusan pemerintah terkecuali bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama dapat dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintah yang disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian. Ini artinya Pemerintah Daerah diberikan kesempatan untuk melakukan negosiasi dengan Pemerintah Pusat dalam hal pembagian kewenangan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat. Tentunya, selain urusan Pemerintah Pusat yang sepenuhnya menjadi kewenangannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, dalam salah satu pasalnya juga memberi porsi secara tersendiri bagi Pemerintah Daerah untuk mengelolah sub sektor perkebunan yang dalam peraturan tersebut dikategorikan menjadi urusan pilihan bagi Pemerintah Daerah. Urusan pilihan ini adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan dan potensi unggulan daerah tersebut.
Jika kehadiran Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 memberikan peluang kepada daerah untuk mengelolah sub sektor perkebunan meskipun hanya sebatas pada urusan pilihan, maka sangat menarik untuk melihat perspektif undang-undang perkebunan dalam bingkai kebijakan otonomi daerah. Apakah daerah diberi peluang untuk mengelolah sub sektor perkebunan atau justru pusat yang mendominasi pengelolaan sub sektor perkebunan menurut versi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004. Tentunya hal lain yang menarik untuk ditelitih dengan kehadiran Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 dalam perspektif otonomi daerah adalah bagaimana pembagian peran antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah khususnya mengenai kewenangan, apakah terjadi singkronisasi ataukah justru terjadi gap yang nantinya akan menimbulkan kesenjangan dalam hal pengelolaan sub sektor perkebunan.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan dalam hal pembagian kewenangan tidak hanya mengatur tentang pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tetapi juga mengatur kewenangan yang bersifat kolaboratif yaitu pengaturan yang dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota serta pihak-pihak lain yang ada sangkut pautnya dengan perkebunan.
Pengaturan yang sifatnya kolaboratif ini dapat dijumpai dalam beberapa Pasal Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa beberapa kebijakan perkebunan dalam konteks otonomi daerah dilihat dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tidak bertentangan, hanya perlu penyesuaian penapsiran terhadap beberapa pasal yang mengatur maslah kewenangan agar terdapat keselarasan antara kebijakan yang ada pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan kebijakan perkebunan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004. Namun demikian pengaturan mengenai kebijakan kolaboratif ini tidak bisa dikatakan sebagai gap yang terjadi antara kedua undang-undang tersebut sebab sebagaimana dikatakan dalam pembahasan di atas bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan peluang kepada daerah untuk melakukan negosiasi mengenai kewenangan mengurus apa yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Daerah juga diberikan peluang untuk melakukan pengurusan bersama tentunya berdasarkan tingkatan dan/atau susunan pemerintah yang disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian. Undang-undang ini juga mengatur mengenai kewenangan yang sifatnya mengurus berada di tingkat Pemerintah Pusat sementara kewenangan yang sifatnya teknis administratif berada di tingkat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota atau sebaliknya.
Mengenai peluang daerah dalam hal pengelolaan sub sektor perkebunan, UU No 18 Tahun 2004 menegaskan bahwa Perencanaan perkebunan terdiri dari perencanaan nasional, perencanaan provinsi, dan perencanaan kabupaten/kota. Perencanaan perkebunan sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perencanaan perkebunan untuk memberikan arah, pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan perkebunan. Perencanaan perkebunan dilakukan berdasarkan rencana pembangunan nasional, rencana tata ruang wilayah, kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha perkebunan, kinerja pembangunan perkebunan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial budaya, lingkungan hidup, kepentingan masyarakat, pasar,  dan aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan negara. Perencanaan perkebunan dimaksud mencakup, wilayah, tanaman perkebunan, sumber daya manusia, kelembagaan, keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir, sarana dan prasarana, dan pembiayaan.
Selain itu UU No. 18 tahun 2004 tidak bisa terlepas dengan beberapa peraturan perundangan lain yang masih mempunyai korelasi atau hubungan baik secara langsung maupun tidak.  Di antara peraturan perundang-undangan yang saling berhubungan diantaranya:
1.      Peraturan perundangan yang berkaitan dengan sistem perencanaan pembangunan nasional.
2.      Peraturan perundangan yang berkaitan dengan tata ruang
3.      Peraturan perundangan yang berkaitan dengan pertanahan diantaranya UU Pokok agraria, yang juga didalamnya mengatur mengenai Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai serta hak tanah ulayat.
4.      Peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup
5.      Peraturan perundangan yang berkaitan dengan perindustrian
6.      Peraturan perundangan yang berkaitan dengan perdagangan.
7.      Peraturan perundangan yang berkaitan dengan penanaman modal

Tidak ada komentar:

Kawasan Konservasi Hutan Kota Mangrove Kota Balikpapan